Monday, July 4, 2011

Harus Kita yang Memberi Contoh, Bunda


Minggu pagi, rumah Jiban udah mulai rame sama kurcaci-kurcaci yang heboh. Secara rumah lagi jadi  tempat penitipan anak, semua kurcaci lengkap ada di rumah Jiban, semua kamar full booked n gw harus tidur di depan tipi. *duduk bersimpuh meratapi nasib* Gw lupa apa yang gw janjin ke mereka, mungkin karena masih ngantuk, memori gw belum bekerja dengan baik. Samar-samar gw denger, “Ayo cepet kak, kita mandi nanti kita mo ke Sour Sally, makan yoghurt sama Macik.” “Tapi aku mo ikut lomba mewarnai di Bobo Fair.” TING.... Muncul lampu di atas kepala gw. O My Goat, Oh kambingku, gw baru inget, ternyata gw janjin ke kurcaci yang satu makan yoghurt, dan kurcaci yang lain ke Bobo Fair. Duh gimana nih? Ribet bakalan nih! Akhirnya setelah negosiasi yang panjang n alot juga terjadi tarik ulur, akhirnya  diputusin buat ke Bobo Fair, klo masih ada waktu n uang masih nyisa, lanjut ke Sour Sally.

Berangkat lah gw sebagai single parent bersama para kurcaci. Gw dah ga pikirin lagi gimana nanti di sana, klo mereka laper, rewel, pengen ini, pengen itu or pengen pipis. Toh mereka imut n lucu-lucu, klo mereka rewel n gw dah ga sanggup nangani, gw lelang aja di sana, mumpung banyak ibu-ibu di sana, kali aja ada yg berminat. O iya klo loe berminat, boleh E-mail-in gw harga penawaran loe. he..he.. just kidding, don't take it seriously :D. They are so cute, ga mungkin gw lepas gitu aja, apa lagi kalo minta sesuatu trus ditolak, mulai senjata plaese ala Amira di sinetron “Tukeran Putri” keluar. Klo dah begitu, gw langsung lemes ga berdaya, berasa lagi tatapan sama Puss di film Shreek. Gw certain soal Please-nya mereka ke  Nyokapnya, tau apa katanya, “I mah dah ga mempan apa plas plis mereka.” Damn, telat gw taunya, rekening dah terlanjur jebol. *tepok  jidad*

Sekarang, gw akan bebagi ke loe semua, apa yg gw liat n amati di Bobo Fair sehubungan dengan giving good example to children. Sumpah, gw ga sedang berusaha ngajarin or berlagak menjadi orang tua yang baik. No, gw blom pernah punya anak, n ga tau rasanya hidup seharian penuh mengurus anak.    Jadi sorry klo ade sale-sale kate. 

Kami, di keluarga berusaha memberikan pemahaman ke para kurcaci to play by rule.  Ada aturan-aturan yang sudah di sepakati bersama oleh lingkungan, dan kita wajib untuk mentaatinya. Kita melakukannya dengan memberikan contoh. Ketika kita yang dewasa melakukan perbuatan baik, dan mereka melihatnya sendiri, itu akan jadi contoh yang baik buat mereka, dan akan lebih mudah buat mereka mencontohnya.

Membuang sampah pada tempatnya dan antri menunggu giliran, itu dua aturan yang sangat gw sayangkan di abaikan oleh banyak Bunda yang gw temuin di Bobo fair, di acara yang harusnya jadi kesempatan buat memberikan edukasi kepada anak. Gw bener-bener memanfaatkan acara itu buat mengajarkan para kurcaci untuk antri menunggu giliran untuk mendapat apa yang mereka inginkan, di situ mereka belajar untuk patuh pada aturan, menghargai hak orang lain, belajar mengontrol diri untuk sabar, and it works, mereka nanya ke gw kenapa motor yg tadi jalan aja, padahal lampu masih merah, at first, gw bingung jelasinnya. Gw yakin pengendara tadi tau klo lampu merah artinya berhenti, lampu kuning siap-siap, lampu hijau jalan. Gw sama bingungnya dengan mereka. Gw juga ga tau kenapa dia nerobos lampu merah. Akhirnya gw ajak mereka untuk fokus pada diri sendiri, klo kita tau aturannya kita mesti taati, lampu merah artinya berhenti. Kalo kita lakukan itu, kita jadi manusia ya berbudaya. Budaya yang baik.

Kejadian yang sama terjadi di Bobo Fair, di booth melukis baju ketika seorang Bunda, menyabot antrian Sofvi n Nayla, untuk mengambil baju lukis buat anaknya, gw paham sih itu naluri alami seorang Ibu untuk memprioritaskan kebutuhan anaknya, tp gw rasa akan lebih baik kalo dilakukan dengan cara yang baik, itu akan lebih mendidik. O iya, loe pasti bertanya, ke mana gw ko bisa Sofvi n Nayla ngantri sendirian, I'm around, gw ngajarin mereka untuk mandiri, bilang ke Ibu penjaga mereka mau apa, n mengikuti apa petunjuk Ibu penjaga. I'm watching them, ketika mereka kesulitan, gw maju untuk bantu. 

Sofvi dengan tatapan yang aneh ngeliatin Bunda yang nyelak antrian dia, gw ngeliatin dari jauh senyum-senyum nunggu reaksi mereka. Ternyata mereka tetep bertahan di antrian n ga berusaha ikut-ikutan heboh berebut maju ke depan. Gw coba terjemahin arti tatapan Sovfi, “Ibu ko' ga antri ya, kan ga boleh begitu... kasihan yang lain kan.” Kira-kira begitu. Karena mereka mulai bergeser n kejepit sama para Bunda yang heboh ngerumunin antrian, gw maju ke depan untuk ngomong ke Ibu penjaga booth. Karena dia dah tau kalo Sofvi n Nayla antri dari tadi, akhirnya meraka dapet giliran melukis di baju. :D

Setelah  cape' muter-muter kita istirahat sambil makan es krim di booth Campina. Di sana banyak para bunda n anak-anaknya yang juga istirahat, ngampar di lantai sambil makan siang, ngemil popcorn or sekadar makan es krim kaya kita. Sayang banget, di sekitar booth Campina sampah berserakan, banyak plastik bekas es krim berserakan,   herannya  persis di depan booth itu ada plastik sampah gede untuk buang sampah, untuk ke tempat sampah itu loe cuma butuh melangkah 2--5 langkah. Klo soal urusan buang sampah, para kurcaci udah paham, tapi tetep perlu di ingetin sekali-sekali. Mereka pegang plastik es krimnya, setelah selesai mereka menuju tempat sampah untuk buang di situ. Klo mereka kesulitan menemukan tempat sampah, mereka akan terus pegang sampe menemukan tempat sampah. Klo e mereka frustrasi ga nemu-nemu juga, biasanya mereka kasih ke gw or Bundanya.

Persis disebelah kita, ngampar Bunda n anak2nya lagi makan siang. They were look happy, setelah cape muter-muter, naik ini ikut lomba itu. Makan siang terasa nikmat. Selesai makan, anak-anak udah siap mulai lagi, Bunda langsung berdiri, gw pikir dia bakalan beresin nasi yang berceceran or popcorn yang tumpah, ternyata Bunda tadi nendang-nendang popcorn n nasi yang berserakan dengan kakinya ke pojokan booth Campina, *tepok jidad* Bunda, itu bukan contoh yang baik! Mudah-mudahan kejadian itu ga kerekam di memori para kurcaci. Mudah-mudahan yang mereka rekam adalah kejadian gw mungut sampah n berjalan 2--5 langkah menuju tempat sampah.

Bunda, children are watching us, they learn from the adult. mereka belajar dari perilaku yang kita tunjukan. Kita adalah contoh yang mereka pilih sebagai panutan. Please, jangan sampai mereka belajar hal yang salah dari kita. Atau jangan sampai mereka menganggap klo kita contoh yang salah.  Gw yakin ada kontradiksi dalam batin mereka---cuma mereka belum bisa ungkapin aja---ketika di sekolah bu guru bilang, “Buang sampah harus di tem..pat.. sam…pah.” “Kita Harus membiasakan antri, Anak-anak mengerti?” “Mengerti bu Guru”. Dan taunya di kehidupan nyata, mereka menyaksikan dengan kepala mata sendiri, ketika Bunda buang sampah sembarangan, ketika Bunda menyabot antrian.

Kemungkinannya ada dua. Pertama anak-anak lebih percaya kepada kehidupan nyata dan Bunda mereka dibanding bu guru dan sekolah, sehingga mereka menjadi pembuang sampah sembarangan baru dan penyabot antrian baru. Yang kedua, mereka lebih percaya pada bu guru dan sekolah, sehingga menganggap Bunda bukan role model yang tepat.

Gw pernah dapet E-mail dari temen, tentang jawaban seorang anak SD pada soal PKN. Pada soal, ada gambar seorang ibu berkonde dengan pakaian kebaya sedang menyusui anaknya. Pertanyaannya: Gambar di samping menunjukan kasih sayang seorang…….
  1. Ibu
  2. Teman
  3. Guru
  4. Pembantu
Yang bikin gw kaget, mungkin loe juga, jawaban si anak adalah d (pembantu). Bener-bener menohok. Awalnya gw nyalahin gurunya. “Ini guru ga bener, bisa-bisanya si anak jawab d, trus gw coba pikir ulang, kesimpulan gw, ga bisa juga kita nyalahin gurunya karena tidak mengajarkan dengan baik atau nyalahin si anak dan bilang kalo dia ga belajar, karena bisa aja lingkungan yang ngajarin dia dan dia belajar dari apa yang dia lihat dan dengar dari lingkungan. Si anak mungkin ga pernah melihat Bundanya menyusui adiknya, dan Bunda ga pernah memberikan pemahaman tentang hal itu. Bisa jadi si anak malah sering melihat, si mbok, pembantunya, sedang menyusui anaknya.

That’s what I’m talking about, Bunda. Anak bagai spons dengan daya serap yang sangat kuat. Jangan pernah berpikir mereka anak kecil dan tidak lebih pintar dari kita. Kemampuan menyerap ilmu mereka jauh lebih tinggi di banding kita. Kemampuan belajar mereka jauh melebihi kita. Ketika mereka tidak meleparkan protes, jangan beranggapan itu ga apa-apa, mereka sedang mengolah apa yang mereka serap. Mereka sedang menimbang contoh yang kita tunjukan, sebelum mereka menyimpulkan dan memutuskan mau jadi apa, harus percaya kepada siapa, harus mengikuti siapa.  Yang pasti kita ingin anak kita mengikuti kita, bahkan lebih baik dari kita, orang tua. Gw yakin itu harapan semua orang tua. Dan orang tua punya tanggung jawab menyediakan materi belajar, pemahaman, contoh, dan teladan yang baik buat mereka.

Harus dari kita datangnya contoh yang baik untuk mereka, Bunda! :D

4 comments:

  1. postingannya keren omm... 5 jempol untuk so om !!!
    ^ ^ bbbbb

    ReplyDelete
  2. Kali ini postingan om donatello aku save, sebagai "contekan" jika nanti jadi Bunda.
    Can't wait being a Mom.

    ReplyDelete
  3. @maulsteen: Iya, begitu, om Jerapah

    @Rani: he..he.. mudah2an bermanfaat

    @Syanti: Amin.. mudah2 segera terwujud bunda :D

    ReplyDelete