“Abis gimana donk gw biasanya juga begitu, mo diapain lagi.”
“Klo dah ke biasaan mah, susah ngerubahnya.”
Emang susah sih ngerubah kebiasaan, apa lagi kalo itu kebiasaan buruk. Gw juga ngerasain hal yang sama kaya orang kebanyakan. Namanya kebiasaan, udah biasa dilakuin, dikerjain secara otomatis, seperti udah menjadi bagian dari diri kita. Melepas or meninggalkan kebiasaan tuh kaya merelakan satu bagian tubuh kita dipotong. Berrrrrat!
Orang Padang bilang, “bisa alah biaso”, Bisa karena sudah terbiasa. Kata kuncinya, “biasa”….. mmmmm, sementara dicatat. Nanti kita balik lagi ke “bisa dan biasa” ini.
Kesimpulan sementara: kita bisa (…..) kalo udah biasa (….)
Let’s take one sample, gw membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya. Otak gw terdoktrin untuk membuang sampah pada tempat yang seharusnya. “Tempat sampah” otak gw mendapat pesan, bentuk dan seperti apa tempat sampah itu, dan melanjutkan pesan tersebut ke indra dan anggota tubuh gw yang lain. Sederhananya, tangan ini ga akan ngelepas sampah, entah itu bungkus permen, botol minuman, kantong plastik, apapun itu, kecuali di tempat sampah. Gw akan terus genggam, tenteng, or masukin ke tas dulu sampai gw papasan sama tempat sampah, baru gw buang. Lagian it ain’t heavy ko, klo sampah masyarakat baru berat… berat banget!
Sekarang kita coba membedah “biasa”. Ini versi gw loh, kebiasaan yang dilakukan oleh indra dan anggota tubuh kita adalah karena instruksi dari otak. Artinya, anggota tubuh kita cuma eksekutor, instruktur dan profokatornya adalah otak.
Jadi yang salah otak nih…. ?
Mmmm, ga juga…. !
Huuah… *buang napas* Come on ! Make up your mind!
Jadi gini, bukannya gw sok jagoan bela-belain otak, tapi peran otak di sini cuma sebagai penerima informasi dan pengolah data. Setelah data mereka olah, keluarannya adalah instruksi-instruksi yang harus dilakukan oleh indra dan anggota tubuh kita. Ketika instruksi-instruksi itu dilakukan berulang-ulang oleh otak, sama seperti program komputer, ia akan di letakan sebagai recent document, ditaro paling depan, jadinya otak ga perlu lama mikirnya untuk mengeluarkan instruksi, anggota tubuh ga perlu menunggu lama turunnya instruksi. Semua berjalan otomatis. Masalahnya, eh ini masalah apa keuntungan ya… loe yang putusin, otak sangat dermawan, walaupun kapasitasnya terbatas semua informasi dan data bakalan dia terima, mau itu informasi baik ataupun informasi buruk. Setiap data dan informasi baru datang, langsung dia masukin di recent document, konsekuensinya, terjadi tumpang tindih data. Semakin sering loe lakukan data itu, ia akan tetap ada di recent document, dan yang jarang loe lakukan, or tidak pernah lagi loe lakukan lagi, lama-lama akan menghilang dari daftar recent document sampe akhirnya benar-benar menghilang dari otak loe…. Jadi saran gw, manfaatkan kapasitas yg terbatas itu untuk data dan informasi yang baik-baik aja.
Sekarang, siapa sih yang ngasih informasi ke otak? Siapa lagi kalo bukan si penguasa tubuh ini, yang bisa membedakan baik dan buruk, yang bisa mengabaikan masukan-masukan akal sehat, si HATI. “bapak” ini lah yang bertanggung jawab penu atas info-info yang disampaikan ke otak.
Contohnya gini, ketika hati loe memutuskan, palu sudah diketuk, “Membuang sampah di jalanan bukan hal yang salah, itu sah-sah aja, toh nanti bakalan ada petugas pengangkut sampah yang bakalan ngebersihin”, info itu bakalan dilanjutkan ke otak. Kemudian otak akan menyimpannya sebagai data “Membuang sampah sembarangan boleh dilakukan, karena nanti bakalan ada yang bersihin.” Semakin sering loe buang sampah sembarangan, posisi data ini akan makin merangkak sampai akhirnya berada di puncak pusat data loe, sebagai data yang paling sering digunakan. Akhirnya, anggota tubuh loe akan bertindak otomatis, tidak lagi membutuhkan instruksi dari otak untuk membuang sampah sembarangan. Sayang banget kan! Informasi yang salah dari hati, membuat otak menyimpan data yang menyimpang, sehingga tubuh melakukan instruksi yang salah.
Balik ke rumus bisa…….. karena udah biasa……
Gw bisa buang sampah pada tempatnya karena gw biasa buang sampah pada tempatnya. Gw biasa buang sampah pada tempatnya karena menurut data di otak gw, “sampah harus dibuang pada tempatnya”. Data “membuang sampah harus pada tempatnya” didapat dari Hati yang menginformasikan bahwa dengan membuang sampah pada tempatnya gw sudah melakukan perbuatan baik, membantu tukang sampah, mencegah terjadinya banjir, atau mungkin gw membantu mencegah terjadinya bencana air bah, dan punahnya umat manusia.” Ko lebay…. Yup you can say that! But I’ll do anything, whatever it takes untuk menjamin otak gw mengolah data yang baik dan gw punya kebiasaan yang baik. :D Karena apa? Karena kapasitas otak gw Cuma 1.200 cc, kecil bray….. gw ga mau memenuhinya dengan informasi yang buruk dan kebiasaan yang salah…
Jadi, kenapa ga kita mulai breaking the habit dari sekarang…. Ajak hati kita untuk lebih bijak, lebih bersih, supli otak kita dengan kebaikan hasil saringan hati… I know we can do it!
So, Let’s Breaking the Habit!
nice post....:) it looks serious ha..ha..
ReplyDelete@-nie-: he..he.... beda ya. Gpp sekali-sekali serius :D
ReplyDeleteHe..he.... lg kesambet malaikat :D
ReplyDelete